Facebook Twitter RSS

Kamu Inspirasiku


Karya: Muh. Mansyawih Ridwan

Gerimis tak berhenti juga, ditambah dengan Henra yang sejak pulang dari sekolah tadi tak keluar-keluar dari kamarnya. Padahal jam dinding hadiah dari temannya sudah menunjukkan pukul 17.15. Itu berarti adzan magrib semakin dekat.
Henra kembali melirik buku paket biologinya. Aduh! Susahnya, ia membanting napas kesal isi buku yang dibacanya dari tadi belum masuk juga ke otaknya. Karena capek, ia selonjoran di kasur bergambar team sepakbola faforitnya manchester united itu. Tapi ia malah teringat oleh mantannya. Sesekali dia melihat foto mantannya yang masih tersimpan di galeri handphone nya. Huh, seandainya! Kenapa dia terus merasuki pikiranku. Malas ah!
Ia sekejap langsung menyimpan ponsel genggam nya kembali ke kantong. Bodohnya aku! Cowok berambut lurus hitam itu mengeluh, namun penyesalan yang menginjak-nginjak batinnya tidak pergi-pergi juga. Iih, Henra menggumam. Kenapa aku dulu menyia-nyiakannya ya? Ga dewasa, kurang bersyukur? Atau, dia yang terlalu seperti anak kecil?
Kenangan itu masih tertempel di otak Henra, saat sosok yang dikenangnya itu mengirimkan sms yang singkat dan penuh makna kepadanya. Pesan yang isinya mengajak Henra putus dengannya. Memang sosok Kiki yang seperti anak kecil, tetapi familiar, mudah bergaul, wajahnya yang bersih, dan bertubuh tinggi namun agak kurus itu bukan termasuk tipe Henra. Tapi ia sulit untuk memutuskan putus atau tidak pada saat itu. Selama ini semenjak putus dengan Kiki, ia sering berkhayal, berkhayal seandainya ia bisa lebih berpikir dewasa lagi. Namun yang sudah terjadi tidak bisa kembali lagi.
Daripada ia teringat dengan kekerasan bapaknya, ia mending terlintas kenangannya dengan Kiki. Plak!! Batin Henra tergoncang, tamparan bapaknya ke bundanya itu sampai menggerakkan gendang telinganya. Bapak, Bapak! Cukup! Henra berlari melerai perkelahain antara bapak dan ibunya. Tak heran kalau Henra terkadang berdiam diri di kelasnya. Wajah gelisahnya membuat dirinya penuh dengan misteri. Tapi sesungguhnya ia termasuk lelaki sabar dan kuat karena ia dapat bertahan dengan kondisi keluarga seperti itu. 
“Saatnya jam ke lima dimulai !” Bunyi bel sekolah Henra berdenting, yang menandakan jam istirahat telah usai. Namun Tari masih tetap duduk termenung di bangkunya sampai Herul sobatnya itu membangunkannya dari lamunannya.

“Nra!”
“Eh, kok kamu ngelamun terus, ada apa denganmu sobat?”
“Iya nih, ini lagi pusing kawan.”
“Ooo, makanya saya heran dengan kamu, padahal biasanya kamu yang paling ribut dikelas ini.”
“He, itu itu Kiki!” Herul menyoel-nyoel Henra. Ada apa sih! Kalau kamu suka dia jangan kayak gini dong! lah yang suka dia sebenarnya aku apa kamu sihh !! Herul menyindir sobatnya itu.
Tapi dengan kelucuan sahabatnya itu, akhirnya Tari dapat tersenyum yang sejak kemarin ia terus terdiam dan bersedih karena bapaknya itu menampar bundanya yang tak sengaja mengingatkan bapaknya untuk tidak pulang malam dan berhenti minum minuman keras. Rul, aku tuh udah putus dengannya! Henra menyela sobatnya dengan menahan ketawa.
Tentu saja Henra nggak akan mengatakan ke Herul kalau ia sedang sedih dan meratapi takdirnya. Batas bercerita tetap ada. Dan Tari tak ingin sobatnya itu bersedih lantaran kehidupannya yang menyedihkan.
Dan siang itu meskipun Henra mengikuti pelajaran Bahasa Indonesia, tapi pikirannya masih melayang kemana-mana. Seandainya Kiki masih menjadi kekasihku! pasti masalahku akan reda dengan adanya dirinya. Huh malangnya nasibku. Eiiiiihh!! Teriakannya membuat sekelas gaduh dan kaget. Ini berawal dari Akhmad yang menepuk bahu Henra.
“Nra, hihihihi, kok ngelamun aja, nanti kesambet lo!” Akhmad pura-pura tak mengerti kesalahannya. Padahal gara-gara dia Tari dipanggil ke depan oleh Bu Hali, guru paling killer di sekolah.
“Henra! Maju ke depan.”
“Oh, My God!”
“Bilang apa kamu tadi ?”
“Ndak Bu, ndak!”
Semua teman Henra tertawa sambil menahan ketawa karena tak ingin Bu Hali mendengar ketawa mereka, namun tidak dengan Herul dan Kiki. Mereka terlihat sedang berpikir sesuatu.
“Ada apa ya dengan Henra ?”
“Iya ya, ada apa dengan Henra, apa mungkin gara-gara aku ?”
Teman sebangku Herul dan yang tak lain adalah Kiki mencetuskan kata-kata seperti itu. Dan membuat Herul terkejut dan berpikir apa sebenarnya mereka berdua masih saling suka.
Tapi…………
Di lain posisi, Bu Hali memarahi Henra habis-habisan.
“Henra, kamu itu! Kalau kamu tidak ingin mengikuti pelajaran saya. Kamu jangan menganggu pelajaran Ibu!” muka Henra yang memerah membuat dirinya tampak habis makan 100 cabe merah keriting yang biasa dilihatnya ketika diminta bundanya membantu karena dia anak semata wayang ibu nya.
Ti dididingg………… bel pulang yang lagu terakhir ditutup dengan lagu sayonara berbunyi
Untung penderitaan Henra berhenti juga, bel sekolah yang memengakkan telinga itu menyelamatkan hidupnya hari ini. Tak hanya Henra, teman-temannya juga terselamatkan. Karena mereka ingin sekali tak mengikuti pelajaran ini. Tapi begitu melihat Bu Hali, akhirnya mereka mengikutinya.
“Duduk kamu! Ketua kelas pimpin doa!”
“Iya Bu.” Henra dan ketua kelasnya menyahut bersama. Setelah Bu Hali keluar dari kelas, Herul dengan tas merah terangnya itu langsung menyambar Henra. Nra kamu kenapa tadi?
“Iya, kamu kenapa ?”
Oh my God, Kiki! Henra yang semula cemberut langsung bersinar-sinar ketika Kiki menghampiri dan perhatian kepadanya.
“Aku nggak apa-apa kok Kiki! Aku cuma cuma……..”
“Cuma ngelamunin kamu Kiki.” Akhmad menyela perkataan Tari namun Herul membela sobatnya.
“Akhmad, kamu ini apaan sih, tidak tau apa-apa langsung nyelonong saja”
“Nggak nggak, aku lagi pusing aja, kamu nggak pulang Kiki ?” Henra mengalihkan suasana dan itu berhasil.
“Ya sudah, saya pulang dulu ya.” Kiki melirik Henra dengan senyumnya yang bisa membuat Henra mabuk kepayang.
“Henra, kamu bener-bener pusing tidak ?”
“Ehmm, nggak sih, aku tadi lagi mikirin Kiki tapi gara-gara Akhmad tukang usil itu, aku jadi dicereweti Bu Hali deh.”
“Ooo, sabar saja lah sobat!”
“iaa, makasih ya!!!” Henra memanggil sobatnya itu dan merangkulnya agar Herul segera pulang dengannya. Lalu mereka menuju ke parkiran tempat motor Herul di parkir karena mereka memang sering barengan berangkat kesekolah.
Sesampainya di rumah, Henra langsung merebahkan diri diatas kasurnya yang berukuran 1 x 2 meter, ketika hampir tertidur, tiba-tiba ponselnya berbunyi, dilihat ternyata Kiki yang menghubunginya dengan sigap ia langsung mengangkat.
“assalamualaikum, ada apa Kiki ?”
“Waalaikumsalam, begini Henra, bisa tidak kamu nanti sore ke rumah ada yang ingin saya bicarakan”
“ia, InsyaAllah saya kerumahmu nanti sore”
Singkat tapi langsung membuat hati Henra senang tiada tara, ia langsung bergegas memilah-memilih baju yang akan dikenakan untuk dipakai kerumah Kiki, padahal sebenarnya maksud Kiki memanggil Henra kerumahnya itu lain, yaitu untuk meluruskan masalah Hendra yang akhir-akhir ini sering melamun dikelas karena Kiki memang dikenal familiar ke teman kelas dan sering membantu teman sekelasnya yang lagi kesusahan.
sesampainya dirumah Kiki, dengan tangan bergetar Henra mengetuk pintu rumah kiki, terdengar seseorang melangkah dari ruangan tengah, ternyata Kiki kemudian Henra dipersilahkan masuk.
Henra dengan ceplas-ceplosnya langsung menanyakan ke Kiki
“sebenarnya ada apa Kiki sehingga saya dipanggil kesini”
“begini teman, kamu taukan siapa yang sering peduli di kelas jika ada teman yang punya masalah, makanya saya disini memanggilmu untuk membantu kamu yang kelihatannya lagi punya masalah”
Dengan lesu Henra berusaha menjawab, dia sadar dia sudah menjadi teman Kiki seperti teman-teman yang lainnya.
“begini Kiki, saya memiliki sedikit masalah keluarga, selain itu saya juga memiliki masalah asmara, kalau boleh jujur sebenarnya saya masih sayang sama kamu Kiki”
Dengan rona malu dan muka yang agak ditundukkan Henra menyatakan perasaannya yang sudah lama menjadi beban di hidupnya tersebut.
“kesinilah disampingku teman, sandarkanlah kepalamu di pundakku, buatlah dirimu senyaman mungkin, sebenarnya saya juga merasa seperti yang kamu rasakan, tapi maaf untuk kali ini saya ingin memfokuskan diri ke ujian nasional demi kepentingan kita semua, jadi untuk sejenak lupakan asmara”
Kiki terkejut ketika Henra langsung berdiri dan mengatakan
“kamu memang wanita terbaik yang pernah saya temui, makasih telah menyadarkan saya”
Mulai saat itu, Henra sudah sadar bahwa di balik kesedihannya itu masih banyak yang mesti dilakukan untu mengubah nasibnya, dia harus berusaha belajar keras untuk menghadapi ujian nasional, dia ingin menjadi yang terbaik untuk ibunya, karena ayahnya yang kurang memberi kasih sayang dan kesenangan ibunya, Henra pun bertekad baru akan memikirkan asmara setelah dia berhasil nanti.

SHARE THIS POST

  • Facebook
  • Twitter
  • Myspace
  • Google Buzz
  • Reddit
  • Stumnleupon
  • Delicious
  • Digg
  • Technorati
Author: Azhar Basis Panrita
Exfi D'mond Blog, "Barangsiapa yang menempuh suatu jalan dalam rangka menuntut ilmu, maka Allah akan mudahkan baginya jalan menuju Surga." (HR Muslim 4/2074 no. 2699 dan yang lainnya dari shahabat Abu Hurairah rodhiyallohu ‘anhu)

0 komentar: